Selamat Datang

Selamat datang Saudara-saudaraku semuanya di blog "Puja-Puji" ini. Selamat menikmati, mencermati, dan mengoreksi sajian yang saya tampilkan dalam blog ini. Sekiranya Saudara berkenan memberi kritik, saran, komentar, dan masukan apa pun terhadap tampilan blog ini tentu saya merasa senang, bangga, dan terhormat, agar terjadi komunikasi dua arah. Silakan menuliskannya di tempat yang telah disediakan. Salam kami.

Sabtu, 10 Desember 2011

Manusia, Puisi, dan Kesadaran Lingkungan


Persoalan pemeliharaan lingkungan hidup yang bersih dan sehat menjadi masalah yang pelik setelah manusia mengenal perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih serta gaya hidup modern. Semakin berkembang atau bertambahnya manusia dan makhluk lain penghuni dunia, dari tahun ke tahun, bahkan dari abad ke abad, semakin menambah persoalan pemeliharaan lingkungan hidup yang bersih dan sehat bagi penghuni dunia, alam semesta seisinya, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, buku hasil penelitian ini berusaha menganalisis makna dan pesan utama 18 puisi Indonesia modern yang ditulis oleh 8 penyair sastra Indonesia modern (Eka Budianta, Slamet Sukirnanto, Sapardi Djoko Damono, Taufiq Ismail, Suryatati A. Manan, Dorothea Rosa Herliany, Iwan Nurdaya Djafar, dan Ataswarin Kamariah Moewardi Bambang Sarah) sebagai salah satu upaya untuk menyadarkan masyarakat agar senantiasa menjaga, memelihara, dan melestarikan lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
Masalah penelitian ini adalah bagaimanakah makna dan pesan utama persoalan pemeliharaan lingkungan hidup yang bersih dan sehat dalam puisi Indonesia modern yang ditulis oleh delapan penyair sastra Indonesia modern di tengah masyarakat perkotaan yang padat penduduknya, terutama masalah pengelolaan sampah dan limbah, usaha pencegahan berbagai polusi udara, pemeliharaan aliran sungai dan drainase, pelestarian hutan demi keseimbangan ekosistem, konteks sosial masyarakat enam kota di Indonesia dengan masalah lingkungan hidup, tingkat keberterimaan masyarakat enam kota di Indonesia atas makna dan pesan utama 18 puisi lingkungan hidup, serta bagaimana tanggapan, pesan, dan harapan masyarakat enam kota di Indonesia tentang puisi dan kesadaran masyarakat akan lingkungan hidup?
Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan dan mendeskripsikan makna dan pesan utama yang termuat dalam 18 puisi bertema lingkungan hidup, konteks sosial masyarakat pembaca enam kota di Indonesia dengan masalah lingkungan hidup, tingkat keberterimaan masyarakat enam kota di Indonesia atas makna dan pesan utama 18 puisi lingkungan hidup, serta bagaimana tanggapan, pesan, dan harapan masyarakat enam kota di Indonesia tentang puisi dan kesadaran masyarakat akan lingkungan hidup. Dengan masalah dan tujuan ini, hasil yang diharapkan dari penelitian adalah agar masyarakat memiliki kesadaran untuk memelihara lingkungan hidupnya yang bersih dan sehat, bebas dari sampah dan limbah yang berserakan, sungai dan drainase airnya tetap jernih dan dapat lancar mengalir, berusaha mencegah terjadinya polusi udara, dan masyarakat gemar menanam dan memelihara pepohonan demi keseimbangan ekosistem.
Berdasarkan masalah dan tujuan tersebut penelitian ini menggunakan metodologi pendekatan kualitatif, yaitu melalui analisis konten terhadap 18 puisi Indonesia modern untuk menemukan makna dan pesan utamanya, lalu menyebarluaskan makna dan pesan utama 18 puisi tersebut kepada masyarakat dengan teknik kuesioner yang dilengkapi dengan tanya jawab atau wawancara kepada 180 responden yang berada di Jakarta, Pekanbaru, Tanjung Pinang, Pontianak, Mataram, dan Makassar.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa makna dan pesan utama 18 puisi Indonesia modern yang bertema lingkungan hidup dan ditulis oleh delapan penyair sastra Indonesia modern adalah masyarakat diharapkan untuk senantiasa dapat: (1) mengelola sampah dan limbah agar tidak menimbulkan berbagai penyakit, terekspresikan dalam puisi “Sampah” karya Ataswarin, “Potret Tukang Sampah” karya Eka Budianta, dan “Air Selokan” karya Sapardi Djoko Damono, (2) mengusahakan pencegahan polusi udara agar dapat diperkecil ambang batas kotornya sehingga udara kembali menjadi bersih dan sehat, terekspresikan dalam puisi “Polusi Udara” karya Ataswarin, “Pohon di Tepi Jalan” karya Sapardi Djoko Damono, “Menengadah ke Atas, Merenungi Ozon yang Tak Tampak” karya Taufiq Ismail, “Membaca Tanda-Tanda” karya Taufiq Ismail, dan “Lingkungan Mati” karya Taufiq Ismail, (3) menjaga dan memelihara aliran sungai dan drainase secara baik agar air tetap jernih dan dapat mengalir lancar, terekspresikan dalam puisi “Perjalanan Sungai” karya Eka Budianta, “Sungai Ciliwung yang Miskin” karya Slamet Sukirnanto, “Sungai yang Mengalirkan Air Mata dan Hujan yang Meneteskan Pasir-Pasir” karya Dorothea Rosa Herliany, “Banjir” karya Suryatati A. Manan, dan “Banjir” karya Ataswarin, dan (4) berusaha melestarikan hutan dan tanaman untuk keseimbangan ekosistem, terekspresikan dalam puisi “Ada Belantara, Pohon di Mana” karya Slamet Sukirnanto, “Gergaji” karya Slamet Sukirnanto, “Hutan” karya Sapardi Djoko Damono, “Pokok Kayu” karya Sapardi Djoko Damono, dan “Cerita dari Hutan Bakau” karya Iwan Nurdaya Djafar.
Pesan utama dari 18 puisi tentang lingkungan hidup itu adalah (1) masyarakat perlu mendapatkan informasi yang benar tentang penanganan sampah dan limbah sebab selama ini mereka tidak diberi solusi tentang penanganan sampah dan limbah secara benar. Oleh karena itu, perangilah sampah dan limbah walau dengan alat sederhana dan jangan biarkan sampah dan limbah berserakan di mana-mana sehingga menimbulkan berbagai penyakit; (2) udara di sebagian besar wilayah kita telah tercemar oleh sisa pembakaran kendaraan bermesin, sisa pembakaran pabrik-pabrik industri, dan asap pembakaran lahan dan hutan secara besar-besaran sehingga udara kotor dan tidak sehat. Oleh karena itu, usahakanlah pencegahan semakin berlarut-larutnya polusi udara dengan mengurangi pembakaran-pembakaran dan berusahalah menanam dan memelihara pohon sebanyak-banyaknya, agar udara kembali menjadi bersih dan nyaman kita hirup bernapas; (3) jaga dan peliharalah aliran sungai dan drainase agar air tetap jernih dan mengalir lancar serta tidak menimbulkan bencana banjir ketika musim penghujan datang. Oleh karena itu, jangan membuang sampah dan limbah di sungai dan selokan, jangan tinggal di bantaran sungai, dan berusahalah membersihkan aliran sungai dan drainase agar tidak menimbulkan berbagai bencana dan penyakit; dan (4) lestarikan hutan dan lahan sebagai paru-paru dunia, jagalah hutan dan lahan agar tidak dibalak dan dibakar oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, bangkitkan kembali gerakan penghijauan, dan fungsikan lahan dan hutan secara benar sehingga terdapat keseimbangan ekosistem.
Konteks sosial masyarakat pembaca enam kota di Indonesia dan tingkat keberterimaan masyarakat tersebut terhadap makna dan pesan utama 18 puisi adalah cukup besar, berkisar 50%--95%, responden tahu, mengerti, dan paham akan persoalan lingkungan hidup dan mereka pun tahu dan paham bagaimana cara mengatasinya, serta dapat menerima dengan baik dan tepat atas makna dan pesan utama kedelapan belas puisi tersebut. Masyarakat berharap agar sosialisasi atau kampanye “sadar lingkungan”, melalui penyuluhan ataupun dengan pembacaan puisi lingkungan hidup, tetap terus dilakukan secara berkesinambungan dan jangan hanya sporadis. Hal ini mengingat bahwa kesadaran masyarakat akan lingkungan hidup yang bersih dan sehat dapat bangkit dan diterapkan dalam perbuatan sehari-hari apabila sering diingatkan atau dipesankan melalui berbagai cara tersebut.
Buku Manusia, Puisi, dan Kesadaran Lingkungan ini merupakan hasil penelitian yang bertajuk ”Persoalan Pemeliharaan Lingkungan Hidup yang Bersih dan Sehat dalam Puisi Indonesia Modern” dari Program Insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa (PKPP) Kementerian Negara Riset dan Teknologi Tahun 2011. Oleh karena itu, atas terbitnya buku hasil penelitian ini kami tidak lupa mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada: (1) Menteri Negara Riset dan Teknologi melalui Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang telah menyetujui penelitian ini dilaksanakan dengan dukungan dana riset insentif yang diberikannya; (2) Dr. Ir. Anny Sulaswatty, M.Eng., Kepala Biro Hukum dan Humas, beserta Dr. Wisnu dari Kementerian Negara Riset dan Teknologi, atas monitoring dan pengarahannya dalam melaksanakan penelitian ini, (3) teman-teman dari jajaran Pusat Penelitian Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, atas pengelolaan program insentif PKPP TA 2011, (4) Prof. Dr. Cece Sobarna selaku Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah mengusulkan dan menyetujui kegiatan penelitian ini dilakukan hingga selesai; (5) Dr. Mu’jizah selaku Kepala Bidang Pengkajian Bahasa dan Sastra, Badan Bahasa, dan sekaligus sebagai konsultan dan narasumber penelitian yang telah rela meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penelitian ini hingga mencapai hasil yang sedemikian; dan (6) Drs. Dhanu Priyo Prabowo, M.Hum., yang berkenan meyunting hasil penelitian dan mengusahakan terbitan buku ini. Semoga amal baik beliau-beliau mendapatkan imbalan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Harapan kami, buku hasil laporan penelitian yang sangat bersahaja ini dapat memberi sumbang sih bagi usaha pelestarian dan pemeliharaan lingkungan hidup yang bersih dan sehat kepada masyarakat di Indonesia, khususnya dalam usaha sosialisasi atau kampanye sadar lingkungan kepada masyarakat Indonesia, dan memberikan apresiasi puisi Indonesia modern yang bertema masalah lingkungan hidup. Buku ini hanya sebagai salah satu sarana untuk ikut serta mengingatkan masyarakat agar sadar lingkungan. Semoga. Amin.

Jakarta, 15 Novemberi 2011                                                                     Tim Peneliti

Minggu, 02 Oktober 2011

Bang Adji Balon Cagub DKI

Pemilik nama lengkap Mayjen TNI (Purn). Drs. H. Hendardji Soepandji, SH., ini lahir dan besar di Semarang. Sosok yang dikenal punya jiwa kepemimpinan (leadership), tegas, konsisten, jujur dan bersih, kompeten, serta berintegritas tinggi ini menyelesaikan pendidikan militernya di AKABRI Magelang pada 1974.

Beliau merupakan anak ke-4 dari 6 bersaudara dari pasangan almarhum Brigjen (Purn) dr. Soepandji dan Roesmiati (Magelang), serta cucu dari almarhum dr. Roestamadji (Semarang). Di militer, pria yang akrab disapa Bang Adji ini pernah dipercaya mengemban jabatan Komandan Pusat Polisi Militer Angkatan Darat (Dan Puspomad) pada 2006 dan Asisten Pengamanan (Aspam) KSAD pada tahun 2008.

Sukses Bang Adji dalam karir, juga dialami kelima saudara kandungnya. Kakak sulungnya, dr. Hendarto Soepandji, menjadi dosen di Universitas Diponegoro Semarang. Kakak keduanya, Hendarman Soepandji, adalah mantan Jaksa Agung RI. Lalu kakak ketiganya, Dr. (Cand) Hendarti Permono, adalah dosen di Universitas Yayasan Administrasi Indonesia Jakarta. Sementara adiknya Prof. Dr. Ir. Budi Susilo Soepandji saat ini menjabat Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas). Adapun adik bungsunya, Ir. Bambang Tri Sasongko, adalah pengusaha yang bergerak di berbagai bidang, antara lain batu bara dan pelabuhan.

Menikah dengan dr. Ratna Rosita, MPHM, saat ini menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan, Bang Adji  dikaruniai dua putra, yaitu Adit dan Ica.

Bang Adji mencurahkan waktu, pikiran, dan energi untuk berikhtiar memajukan dan menyejahterakan bangsa, khususnya Kota Jakarta. Terkait itu, Bang Adji terbuka terhadap berbagai ide dan gagasan demi terwujudnya kemajuan dan kesejahteraan tersebut.

Pada akhir 1997 dan awal 1998, ketika krisis moneter terjadi, sembilan bahan pokok (sembako) hilang dari peredaran, Hendardji Soepandji yang saat itu sebagai Dan Pomdam Jaya dapat menyelesaikan masalah penimbun sembako.

Pada 10 November 1998, ketika bentrok fisik antara PAM Swakarsa dan masyarakat setempat di tugu proklamasi, Hendardji berdiri di antara dua kelompok massa yang terlibat bentrok untuk melerai dan mengevakuasi salah satu kelompok keluar dari Tugu Proklamasi.

Pada 22 November 1998, Hendardji menyelamatkan dan mengevakuasi 300 orang kelompok suku Ambon dari Basement Gajah Mada Plaza ketika terjadi amuk massa di jalan Ketapang, Jakarta.

Sebagai Dirut PPKK, Hendardji akan menjadikan Kemayoran sebagai kawasan Green International Business District (GIBD) seluas 454 ha dengan RTH 30% dan akan membangun gedung Grand Kemayoran yang mampu menampung 25.000 penonton untuk berbagai even, baik olahraga, kesenian & budaya, maupun berbagai acara lainnya. Kemayoran (Jakarta ke depan) juga akan dikembangkan sebagai Cyber City. Hendardji Soepandji juga merencanakan untuk membangun transportasi sampai ke Kawasan kelurahan.

Saat ini Bang Adji mempersiapkan diri untuk maju menjadi bakal Calon Gubernur DKI Jakarta 2012-2017.
(Sumber: http://bangadjicenter.com/page.php?p=biografi)

Minggu, 17 Juli 2011

Sastra Jendra dan Hubungannya dengan Pendidikan Anak dalam Kandungan

Begawan Wisrawa adalah seorang penuntut ilmu kesuksmaan yang merosot derajat kesiswaannya karena tergoda oleh tiga macam godaan dan melanggar Paliwara. Godaan pertama, Wisrawa terpeleset oleh godaan kasar gebyaring wentis kuning “sengsemnya asmara”, yakni tergiur oleh kecantikan dan kemolekan Dewi Sukesi, putri raja Negeri Alengka, Prabu Sumali Raja, yang sebenarnya Wisrawa hanya bertugas melamarkan untuk anaknya Prabu Danapati, Raja Negeri Lokapala.

Setelah mampu mewedarkan rahasia ilmu “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” kepada Dewi Sukesi itu Begawam Wisrawa terkena godaan kedua, godaan gawat dengan masuknya Roh Batara Kala dalam tubuh dirinya, dan Dewi Sukesi pun terkena godaan gawat dengan masuknya Roh Betari Durga yang juga masuk ke dalam dirinya. Atas godaan tersebut, keduanya tidak sadarkan diri telah melanggar Paliwara bab syahwat. Perbuatan hina keduanya mendapatkan karma dengan lahirnya Rahwana, lambang keangkamurkaan nafsu amarah yang tidak mampu dikendalikan.

Ketika Wisrawa tengah asyik memadu cinta di Taman Argo Soka Negeri Alengka bersama Dewi Sukesi, di luar Taman Sari terjadilah huru-hara kemarahan Arya Jambumangli mencacimaki dan menantang perang Begawan Wisrawa, serta menghina dina Dewi Sukesi sebagai wanita “pelanyahan” yang haus seksualitas. Merasa dirinya dihina dan diremehkan Jambumangli, Begawan Wisrawa terpeleset lagi akan godaan ketiga, godaan halus akunya (adigang adigung adiguna), bahwa dirinya lebih kuat dan perkasa, serta lebih agung dan lebih pandai dari Arya Jambumangli. Demikian halnya Dewi Sukesi pun sakit hati atas hinaan pamannya tersebut, dan meminta Wistawa untuk membereskannya. Perkelahiannya dengan Arya Jambumangli tanpa disadari pula oleh Wisrawa bahwa hal itu telah melanggar Paliwara bab “cecongkrahan” (berselisih). Arya Jambumangli gugur mengenaskan dengan tubuh termutilasi oleh panah sakti Wisrawa. Atas perbutannya ini keduanya menerima karma dengan lahirnya Kumbakarna dan Sarpakenaka, lambang nafsu Lauwamah dan Sufiah yang tidak mampu dikendalikan.

Wisrawa dan Sukesi kedatangan Resi Wasista dan Dewi Arundati, orang tua Wisrawa. Keduanya mendapatkan nasihat untuk kembali ke jalan benar, ialah jalan utama yang berakhir dalam kesejahteraan dan ketentraman abadi, yakni di hadirat Tuhan Sejati di Taman Kemuliuan Abadi. Bahwa ilmu Sastra Jendra Hayuningrat bukan hanya sekadar untuk pembicaraan, melainkan untuk dilaksanakan (menjadi laku) dengan dimulai menempuh Jalan Rahayu dan menyingkiri Paliwara, agar dapat melaksanakan panembah batin Hastha Sila dengan sempurna.

Dewi Arundati memberi nasihat kepada semua wanita, terutama kepada Dewi Sukesi, agar dapat menjadi mustikanya wanita: (1) menyadari kewajiban suci sebagai lantaran menerima dan mengandung Roh Suci, (2) kewajiban suci ini haruslah dilaksanakan dengan kesucian dan kesusilaan dengan dasar kasih sayang sejati, dan (3) rasa kasih sayang sejati itu setiap hari haruslah dipupuk dan disirami dengan (a) mong-kinemong (saling asah asih dan asuh), (b) apura-ingapura (saling memaafkan), (c) ajen-ingajenan (saling menghormati), dan (d) tansah nuju prana murih adamel suka pirena (senantiasa dapat berkenan di hati agar dapat membuat rasa bahagia).

Setelah Begawan Wisrawa dan Dewi Sukesi melaksanakan nasihat orang tuanya, Resi Wasista dan Dewi Arundati, dengan benar dan baik, mereka dianugerahi seorang putra yang purusatama: elok rupawan, berbudi suci, berderajat luhur dan mulia, berwatak utama, mursid (cerdas cendekia), dan senantiasa berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, yakni Gunawan Wibisana, lambang nafsu Mutmainah yang penuh kasih kepada sesama umat dan menghormati semua agama.