Selamat Datang

Selamat datang Saudara-saudaraku semuanya di blog "Puja-Puji" ini. Selamat menikmati, mencermati, dan mengoreksi sajian yang saya tampilkan dalam blog ini. Sekiranya Saudara berkenan memberi kritik, saran, komentar, dan masukan apa pun terhadap tampilan blog ini tentu saya merasa senang, bangga, dan terhormat, agar terjadi komunikasi dua arah. Silakan menuliskannya di tempat yang telah disediakan. Salam kami.

Minggu, 17 Juli 2011

Sastra Jendra dan Hubungannya dengan Pendidikan Anak dalam Kandungan

Begawan Wisrawa adalah seorang penuntut ilmu kesuksmaan yang merosot derajat kesiswaannya karena tergoda oleh tiga macam godaan dan melanggar Paliwara. Godaan pertama, Wisrawa terpeleset oleh godaan kasar gebyaring wentis kuning “sengsemnya asmara”, yakni tergiur oleh kecantikan dan kemolekan Dewi Sukesi, putri raja Negeri Alengka, Prabu Sumali Raja, yang sebenarnya Wisrawa hanya bertugas melamarkan untuk anaknya Prabu Danapati, Raja Negeri Lokapala.

Setelah mampu mewedarkan rahasia ilmu “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” kepada Dewi Sukesi itu Begawam Wisrawa terkena godaan kedua, godaan gawat dengan masuknya Roh Batara Kala dalam tubuh dirinya, dan Dewi Sukesi pun terkena godaan gawat dengan masuknya Roh Betari Durga yang juga masuk ke dalam dirinya. Atas godaan tersebut, keduanya tidak sadarkan diri telah melanggar Paliwara bab syahwat. Perbuatan hina keduanya mendapatkan karma dengan lahirnya Rahwana, lambang keangkamurkaan nafsu amarah yang tidak mampu dikendalikan.

Ketika Wisrawa tengah asyik memadu cinta di Taman Argo Soka Negeri Alengka bersama Dewi Sukesi, di luar Taman Sari terjadilah huru-hara kemarahan Arya Jambumangli mencacimaki dan menantang perang Begawan Wisrawa, serta menghina dina Dewi Sukesi sebagai wanita “pelanyahan” yang haus seksualitas. Merasa dirinya dihina dan diremehkan Jambumangli, Begawan Wisrawa terpeleset lagi akan godaan ketiga, godaan halus akunya (adigang adigung adiguna), bahwa dirinya lebih kuat dan perkasa, serta lebih agung dan lebih pandai dari Arya Jambumangli. Demikian halnya Dewi Sukesi pun sakit hati atas hinaan pamannya tersebut, dan meminta Wistawa untuk membereskannya. Perkelahiannya dengan Arya Jambumangli tanpa disadari pula oleh Wisrawa bahwa hal itu telah melanggar Paliwara bab “cecongkrahan” (berselisih). Arya Jambumangli gugur mengenaskan dengan tubuh termutilasi oleh panah sakti Wisrawa. Atas perbutannya ini keduanya menerima karma dengan lahirnya Kumbakarna dan Sarpakenaka, lambang nafsu Lauwamah dan Sufiah yang tidak mampu dikendalikan.

Wisrawa dan Sukesi kedatangan Resi Wasista dan Dewi Arundati, orang tua Wisrawa. Keduanya mendapatkan nasihat untuk kembali ke jalan benar, ialah jalan utama yang berakhir dalam kesejahteraan dan ketentraman abadi, yakni di hadirat Tuhan Sejati di Taman Kemuliuan Abadi. Bahwa ilmu Sastra Jendra Hayuningrat bukan hanya sekadar untuk pembicaraan, melainkan untuk dilaksanakan (menjadi laku) dengan dimulai menempuh Jalan Rahayu dan menyingkiri Paliwara, agar dapat melaksanakan panembah batin Hastha Sila dengan sempurna.

Dewi Arundati memberi nasihat kepada semua wanita, terutama kepada Dewi Sukesi, agar dapat menjadi mustikanya wanita: (1) menyadari kewajiban suci sebagai lantaran menerima dan mengandung Roh Suci, (2) kewajiban suci ini haruslah dilaksanakan dengan kesucian dan kesusilaan dengan dasar kasih sayang sejati, dan (3) rasa kasih sayang sejati itu setiap hari haruslah dipupuk dan disirami dengan (a) mong-kinemong (saling asah asih dan asuh), (b) apura-ingapura (saling memaafkan), (c) ajen-ingajenan (saling menghormati), dan (d) tansah nuju prana murih adamel suka pirena (senantiasa dapat berkenan di hati agar dapat membuat rasa bahagia).

Setelah Begawan Wisrawa dan Dewi Sukesi melaksanakan nasihat orang tuanya, Resi Wasista dan Dewi Arundati, dengan benar dan baik, mereka dianugerahi seorang putra yang purusatama: elok rupawan, berbudi suci, berderajat luhur dan mulia, berwatak utama, mursid (cerdas cendekia), dan senantiasa berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, yakni Gunawan Wibisana, lambang nafsu Mutmainah yang penuh kasih kepada sesama umat dan menghormati semua agama.